Persis! Saya setuju.
Ok. Masalah istilah penyuntingan mekanis dan substantif, apakah sedemikian perlunyakah untuk diketahui? Katakan ada sebuah kalimat.
"Budi sedang membaca buku, sedangkan Wati kakaknya sedang membantu ibu membacakan buku bagi adiknya Iwan."
Katakan ada seorang yang tidak tersertifikasi sebagai penyunting, maka nalurinya akan muncul beberapa pertanyaan:
- jadi masing-masing karakter sedang melakukan apa?
apakah dugaan saya ini betul:
Budi sedang membaca buku
- Iwan sedang belajar membaca buku
- Ibu dan Wati sedang membantu Iwan membaca buku
- Wati, Budi, dan Iwan adalah kakak-beradik.
Kalau itu benar, maka mungkin kalimatnya akan lebih bagus menjadi begini:
"Budi sedang membaca buku. Iwan, adiknya, sedang belajar membaca buku pula. Bersama Ibu, Wati (kakak Budi) membantu Iwan belajar membaca buku."
atau agar lebih ilustratif
"Wati, Budi, dan Iwan adalah tiga bersaudara. Mereka bertiga gemar sekali membaca buku. Wati dan Budi sudah lancar sekali membaca. Itu karena mereka berdua sudah SD. Wati kelas 3 dan Budi kelas 1. Tapi Iwan, yang masih berusia 5 tahun, belum bisa membaca. Ia masih perlu bantuan. Sore itu, Ibu dan Wati sedang membantu Iwan belajar membaca. Mereka membacakan buku cerita dinosaurus yang seru untuk Iwan. "
Nah, apakah istilah menyunting mekanis dan substantif masih penting untuk diketahui.
OK bisa jadi penting.
Rasanya setiap orang akan bingung membaca kalimat awal. Tapi kemudian (memang tergantung pengalaman), setiap orang akan merekomendasikan penyuntingan dan kalimat yang berbeda-beda. Lantas apa masalahnya? Kan tinggal pembaca atau penyunting akhir yang menentukan.
Tapi apakah cukup alasan untuk kemudian dibuat sertifikasi penyunting?
Jadi kata kuncinya jadi berubah pengalaman bukan sertifikat.